![]() |
Halaman pertama paper |
Setelah 2022 vakum tanpa paper,
akhirnya saya bisa punya lagi di 2023. Nyaris nggak punya sebenarnya, karena meski
dicantumkan dalam edisi Juli bernomor 32(1), papernya terbit di awal 2024.
Maksud hati ingin paper yang mencatat
ketinggian baru beberapa jenis burung di Jawa itu (silahkan unduh di sini) bisa
terbit di 2022 mengiringi buku panduan. Dalam buku, draf paper sudah dipakai
dengan sitasi tertulis in prep.
Tapi, apa daya. Berbahasa
Indonesia tidak menjamin paper hasil keroyokan itu bakal gampang terselesaikan.
Begitu menerima hasil tinjauan, dua
peninjau atau reviewer bertanya dan meminta tambahan penjelasan mengenai mengapa
fenomena itu bisa terjadi. Paper harus dikembangkan dengan menguraikan
alasan-alasan yang memungkinkan.
Sungguh di luar dugaan. Karena umumnya,
paper hasil pengamatan insidental hanya menguraikan hasil observasi dan hal-hal
yang membuatnya menjadi penting atau bernilai kebaruan. Tidak sampai menganalisa penyebab fenomena yang ditemukan itu bisa terjadi.
Sempat terpikir untuk tidak
melanjutkan proses review karena hal tersebut terlalu jauh. Paper berangkat
dari melihat adanya fakta yang berbeda dari sumber rujukan yang ada. Bukan
diawali dari kerangka ilmiah yang runtut untuk riset dengan pengajuan
pertanyaan-pertanyaan dan hipotesa untuk dibuktikan.
Tapi, ya, dijalani saja. Hingga
dua tahun lebih akhirnya paper itu terbit.
Sebagaimana judulnya, paper di
Zoo Indonesia itu memuat informasi ketinggian baru untuk 13 jenis burung di
Jawa. Data yang terkumpul didapat dari beberapa kesempatan menyambangi gunung
dan dataran tinggi di seputaran Jateng-Jatim.
Lebih dari separuhnya (7 jenis)
tercatat hanya dalam satu kesempatan saja, yakni saat kami ber-AWC di Dataran
Tinggi Dieng. Dari kunjungan ke beberapa rawa pada dataran tinggi itu, kami
menjumpai wiwik rimba, mandar batu, bambangan merah, kareo padi, layang-layang
batu, tepus gelagah, dan kicuit hutan di elevasi melebihi yang tercatat di
berbagai referensi.
Mandar batu jadi yang paling besar rentang perbedaan elevasinya. Tercatat sebelumnya hingga 1.200 meter di atas permukaan laut, kami menjumpai nyaris di 2.100 meter. Tak hanya 1-2 individu. Di Telaga Merdada, jumlah yang teramati bahkan hingga 53 ekor!
![]() |
Sekumpulan mandar batu di Telaga Merdada, Januari 2017 |
Mungkin masih banyak jenis lain yang batas elevasinya melebihi dari apa yang tercantum di referensi. Asal mau pengamatan dengan sedikit tantangan mendaki gunung tinggi.
Comments
Post a Comment