Skip to main content

Di balik paper: Dara-laut jambon berbiak di Kep. Karimunjawa

Judul makalah si jambon pada jurnal Treubia

Burung Karimunjawa masih saja menyimpan hal menarik untuk digali dan ditulis. Dara-laut jambon misalnya, yang diam-diam ditemukan berbiak di sana.

Temuan berbiak si jambon di kepulauan utara Jepara itu bermula dari (siapa lagi kalau bukan) sang penulis utama, Kang Hary Susanto. Saat belionya ke Karang Ketel, 24 Mei 2021, e ketemu sepasang yang tengah bersarang. Ada satu telur yang tengah dierami.

Dikirimi fotonya, saya ya nggak bisa banyak komentar. Belum pernah lihat jambon sebelumnya. Tapi, usut punya usut, temuan Kang Hary itu trbilang penting. Tidak hanya dalam lingkup Jawa, namun juga Indonesia secara keseluruhan.

Penting yang pertama, Karimunjawa menjadi lokasi berbiak baru bagi penetap berstatus jarang tersebut. Di Jawa, si jambon (pernah) tercatat berbiak di Pulau Dapur, Teluk Jakarta dan satu lokasi yang tidak diketahui persis di Jawa Barat. Satu telur dikoleksi dari masing-masing lokasi.

Lokasi berbiak lain berasal dari dua lokasi di timur Indonesia. Di Kep. Obi, beberapa telur yang dikoleksi oleh Bernstein menjadi bukti keberadaan koloni berbiak. Di Pulau Ree, Tayandu, tercatat dari publikasi Hartert hasil laporan dari Heinrich Kühn yang menemukan koloni berbiak di sana. Sementara satu lokasi lain masih sebatas dugaan, yakni di Pulau Aruah (kini Arwah), Sumatra.

Penting kedua, temuan-temuan berbiak itu sudah berbilang puluhan tahun. Telur-telur dari Kep. Obi berasal dari pengoleksian di 1862. Sementara catatan di Pulau Ree terpublikasi pada 1901. 

Telur dari Pulau Dapur, dikoleksi oleh Max Bartels pada 1921. Sementara telur dari Jawa Barat, dikoleksi oleh Hoogerwerf pada April 1938. Nah, terhitung dari koleksi Hoogerwerf sebagai yang paling terakhir, telah 81 tahun tepatnya tidak ada lagi laporan berbiak si jambon di mana pun di wilayah Indonesia. (CATATAN: Soal klaim telur Hoogerwerf, lokasi dan tanggal temuan, sebenarnya debatable. Ini mengingat adanya tuduhan pemalsuan olehnya dari J. H. Becking. Termuat dalam Becking, J.-H. 2009. The Bartels and other egg collections from the island of Java, Indonesia, with corrections to earlier publications of A. Hoogerwerf. Bulletin of the British Ornithologists' Club 129(1): 18-48.)

Dari temuan itu, saya pun memenuhi undangan Kang Hary untuk datang ke Karimunjawa (lagi) di Juni 2023 lalu. Saya pun turut mengecek temuan. Dari situ juga jadi bisa terlibat lagi di penulisan. Makalah jambon ini jadi kolaborasi yang ke-5 saya dengan blionya.

Saat pendataan, koral-koral yang menyembul itu ternyata harus didatangi dengan berenang. Dua tempat yang harus didatangi dengan kecipakan, yakni Karang Kapal dan Karang Ketel. Sementara Pulau Krakal Besar bisa dengan mudah dihampiri perahu. 

Saat itu, hanya di lokasi terakhir kami tidak menjumpai sarang. Tapi, di Karang Kapal & Karang Ketel si jambon yang jadi lifer buat saya itu tengah bersarang. Masing-masing hanya ada satu telur.

 

Sepasang dara-laut jambon di Karang Kapal, 6 Juni 2023

 

Telur dara-laut jambon, Karang Kapal, 6 Juni 2023


Dalam makalah Notes on the Roseate Tern Sterna dougallii breeding in Karimunjawa Islands, Java, Indonesia, kami mendeskripsikan tentang sarang, telur, juga anakan. Seluruhnya dilengkapi dengan foto ciamik dari Kang Hary yang memang rajin mendokumentasi.

Satu yang jadi nilai lebih dari makalah di Treubia itu adalah tampilnya telur-telur yang dikoleksi Max Bartels dan Hoogerwerf. Telur-telur tersebut tersimpan di Naturalis Biodiversity Center, Leiden. Berkat komunikasi Kang Hary dengan kurator, dan tentu atas kebaikan sang kurator, telur-telur tersebut tampil di makalah.

Saya punya catatan dan apresiasi sendiri atas respon kurator museum ternama dunia itu. Di tengah kesibukan mereka, mereka bersedia untuk mencari di laci-laci rak museum, mengeluarkan, menyiapkan dokumentasi, lalu mengirimkan kepada yang meminta.

Bayangkan betapa banyak permintaan sejenis dari sepenjuru dunia untuk hal remeh itu. Mana nggak kenal sama orangnya. Kalau saya, mungkin akan banyak tanya dulu, memastikan keabsahan dan maksud si penanya. Kalau perlu, minta surat pengantar atas nama instansi si peminta, dll. Tapi, yang kami alami mudah sekali. Cukup cantumkan nama Naturalis Biodiversity Center dalam ucapan terima kasih. Begitu pinta sang kurator

Proses ini yang saya sangat apresiasi. Menjadikan makalah yang terbit di jurnal zoologi berusia 105 tahun itu memiliki bobot informasi yang kuat.


Bersama tim TN Karimunjawa saat di Karang Kapal, 6 Juni 2023. Dari ki-ka: Endang, saya, Hary, Bayu, dan Burhan.


Itu saja sedikit yang bisa saya bagi. Selebihnya silakan baca makalahnya, yang bisa diunduh di sini.

Comments

Popular posts from this blog

Di balik paper: Catatan ketinggian baru

Halaman pertama paper Setelah 2022 vakum tanpa paper, akhirnya saya bisa punya lagi di 2023. Nyaris nggak punya sebenarnya, karena meski dicantumkan dalam edisi Juli bernomor 32(1), papernya terbit di awal 2024. Maksud hati ingin paper yang mencatat ketinggian baru beberapa jenis burung di Jawa itu (silahkan unduh di sini ) bisa terbit di 2022 mengiringi buku panduan. Dalam buku, draf paper sudah dipakai dengan sitasi tertulis in prep. Tapi, apa daya. Berbahasa Indonesia tidak menjamin paper hasil keroyokan itu bakal gampang terselesaikan. Begitu menerima hasil tinjauan, dua peninjau atau reviewer bertanya dan meminta tambahan penjelasan mengenai mengapa fenomena itu bisa terjadi. Paper harus dikembangkan dengan menguraikan alasan-alasan yang memungkinkan. Sungguh di luar dugaan. Karena umumnya, paper hasil pengamatan insidental hanya menguraikan hasil observasi dan hal-hal yang membuatnya menjadi penting atau bernilai kebaruan. Tidak sampai menganalisa penyebab fenomena yang...

Penguin di Jawa

Uraian Meyer (1884) terkait penguin di Jawa. Dari sedemikian banyak jenis burung di dunia, menurut saya penguin jadi salah satu yang teraneh. Lebih aneh lagi, ia ternyata pernah tercatat hadir di Jawa. Adalah Adolf Bernhard Meyer, seorang ornitolog Jerman, yang menyampaikan itu lewat makalahnya tentang burung Hindia Timur. Makalah tersebut ia sampaikan dalam kongres ornitologi internasional di Wien, 7-14 April 1884. Dari 153 jenis yang tertera, ada Southern Rockhopper Penguin Eudyptes chrysocome di sana. "Seorang nelayan," buka Meyer dalam uraiannya, "menemukan spesimen [penguin tersebut] di pantai dekat Batavia; demikian menurut komunikasi yang disampaikan Tn. v. Schierbrand pada saya." Uraiannya masih agak panjang, tapi saya potong saja di situ. Soalnya, dari satu kalimat singkat itu saja banyak hal menarik untuk dikupas. Tiga saja lah ya. Pertama, sang nelayan bisa dipastikan inlander. Kalau ia dari bangsa kolonial namanya tentu tertera, sebagaimana Meyer menyeb...