Skip to main content

Caladi euy, bukan kaladi

Caladi tilik di depan sarangnya, Jatimulyo, 2019

Mungkin sejak pertama kali lihat atau dengar namanya, saya menyebut caladi sebagai kaladi. Eh, ternyata keliru.

Sebenarnya sudah sangat jelas. Di buku panduan, dari MacKinnon Jawa Bali sampai yang SKJB, tertulis dengan huruf c, bukan k. Ya, caladi ulam, caladi tilik, caladi belacan, dan caladi-caladi lainnya... Entah kenapa jadi menyebutnya kaladi. Bingung saya. Apa mungkin karena sudah begitu akrab dengan kata keladi? 

Ya, sudah jadi pengetahuan umum sebenarnya kalau kebanyakan nama burung di Indonesia berasal dari nama lokal. Sumbernya dari yang ditemukan di berbagai makalah jadoel

Kalau untuk caladi, itu berasal dari bahasa Sunda. Seturut yang bisa ditemukan, setidaknya disebut dalam beberapa makalah, seperti Nicholson (1881), Koningsberger (1901), dan van Oort (1910). Kalau di Bernstein (1859), ia menyebut tjaladi sebagai bahasa Melayu.

Koningsberger menjelaskan, “Orang Sunda umumnya menyebut burung pelatuk sebagai tjaladi; mereka kadang-kadang menyebut platok trassi yang besar sebagai tjaladi oelam, yang kecil tjaladi tilik, tetapi sebutan ini tidak pasti.”

Penulisan dengan 'tj' itu sebenarnya sudah tak terbantahkan. Tapi tetap saja bikin penasaran. Saya pun coba memastikan dengan mengecek kamus bahasa Sunda. Dari sebuah situs, kata ‘caladi’ ya berarti pelatuk. Dan demikian pula yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring: 

ca.la.di

n burung pelatuk kecil〔Picidae〕

Agak janggal untuk mulai mengucapkannya dengan benar. Tapi saya perlu mulai membiasakan.

Kekep, cerek

Kalau kekep atau cerek, Anda mengucapkannya gimana? Sebagaimana pada sêbêl atau pada témpé? 

Di jenis pertama, saya terbiasanya menyebut kêkêp. Karenanya merasa aneh dan janggal saat mendengar istri saya menyebutnya kékép. Itu pelafalan yang umum di komunitasnya. Dan masing-masing kami merasa sama-sama benar.

Sepertinya penamaan itu diambil dari Nicholson (1881). Nama yang diberikan oleh masyarakat di daerah Tjipanas dan Kosala, Bantam (Banten). Di beberapa makalah toea, kekep juga disebut boorung booah, manuk buah, dan ketekak.  

Dalam makalah tidak ada penjelasan soal pelafalannya. Namun menariknya, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi penjelasan yang memuaskan.

ke.kep¹ /kêkêp/

n Jw tutup periuk, belanga, dan sebagainya dari tanah

ke.kep² /kêkêp/

n burung dari keluarga Artamidae, pemakan serangga dan memiliki habitat di pesisir, sawah, kebun, tegalan, hutan sekunder yang tersebar sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut〔Artamus〕

Case closed. Arti kedua membuat istri saya, yang pekerjaannya berkutat dengan teks dan bahasa, mau tidak mau kudu manut KBBI. 

Nah, cerek yang saya nggak tau. Apakah cérék sebagaimana umumnya saya dengar atau cêrêk sebagaimana diucap teman-teman Surabaya? KBBI daring tidak mengenal kata itu. Ada yang bisa bantu?

Sumber

Bernstein, H.A. 1859. Über nester und eier einiger javascher Vögel. Journal für Ornithologie 7: 180-199; 261-281.

kamus-sunda(dot)com

kbbi(dot)kemdikbud(dot)go(dot)id


Koningsberger, J.C. 1901. De vogels van Java en hunne oeconomische beteekenis. Kolff: Batavia.

Nicholson, F. 1881. List of birds collected by Mr H. O. Forbes in the island of Java. Ibis 23(1): 139-156.

van Oort, E.D. 1910. List of a collection of birds from western Java and from Krakatau. Notes from the Leyden Museum 32: 105-166.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Di balik paper: Dara-laut jambon berbiak di Kep. Karimunjawa

Judul makalah si jambon pada jurnal Treubia Burung Karimunjawa masih saja menyimpan hal menarik untuk digali dan ditulis. Dara-laut jambon misalnya, yang diam-diam ditemukan berbiak di sana. Temuan berbiak si jambon di kepulauan utara Jepara itu bermula dari (siapa lagi kalau bukan) sang penulis utama, Kang Hary Susanto. Saat belionya ke Karang Ketel, 24 Mei 2021, e ketemu sepasang yang tengah bersarang. Ada satu telur yang tengah dierami. Dikirimi fotonya, saya ya nggak bisa banyak komentar. Belum pernah lihat jambon sebelumnya. Tapi, usut punya usut, temuan Kang Hary itu trbilang penting. Tidak hanya dalam lingkup Jawa, namun juga Indonesia secara keseluruhan. Penting yang pertama, Karimunjawa menjadi lokasi berbiak baru bagi penetap berstatus jarang tersebut. Di Jawa, si jambon (pernah) tercatat berbiak di Pulau Dapur, Teluk Jakarta dan satu lokasi yang tidak diketahui persis di Jawa Barat. Satu telur dikoleksi dari masing-masing lokasi. Lokasi berbiak lain berasal dari dua lokasi ...

Di balik paper: Catatan ketinggian baru

Halaman pertama paper Setelah 2022 vakum tanpa paper, akhirnya saya bisa punya lagi di 2023. Nyaris nggak punya sebenarnya, karena meski dicantumkan dalam edisi Juli bernomor 32(1), papernya terbit di awal 2024. Maksud hati ingin paper yang mencatat ketinggian baru beberapa jenis burung di Jawa itu (silahkan unduh di sini ) bisa terbit di 2022 mengiringi buku panduan. Dalam buku, draf paper sudah dipakai dengan sitasi tertulis in prep. Tapi, apa daya. Berbahasa Indonesia tidak menjamin paper hasil keroyokan itu bakal gampang terselesaikan. Begitu menerima hasil tinjauan, dua peninjau atau reviewer bertanya dan meminta tambahan penjelasan mengenai mengapa fenomena itu bisa terjadi. Paper harus dikembangkan dengan menguraikan alasan-alasan yang memungkinkan. Sungguh di luar dugaan. Karena umumnya, paper hasil pengamatan insidental hanya menguraikan hasil observasi dan hal-hal yang membuatnya menjadi penting atau bernilai kebaruan. Tidak sampai menganalisa penyebab fenomena yang...

Penguin di Jawa

Uraian Meyer (1884) terkait penguin di Jawa. Dari sedemikian banyak jenis burung di dunia, menurut saya penguin jadi salah satu yang teraneh. Lebih aneh lagi, ia ternyata pernah tercatat hadir di Jawa. Adalah Adolf Bernhard Meyer, seorang ornitolog Jerman, yang menyampaikan itu lewat makalahnya tentang burung Hindia Timur. Makalah tersebut ia sampaikan dalam kongres ornitologi internasional di Wien, 7-14 April 1884. Dari 153 jenis yang tertera, ada Southern Rockhopper Penguin Eudyptes chrysocome di sana. "Seorang nelayan," buka Meyer dalam uraiannya, "menemukan spesimen [penguin tersebut] di pantai dekat Batavia; demikian menurut komunikasi yang disampaikan Tn. v. Schierbrand pada saya." Uraiannya masih agak panjang, tapi saya potong saja di situ. Soalnya, dari satu kalimat singkat itu saja banyak hal menarik untuk dikupas. Tiga saja lah ya. Pertama, sang nelayan bisa dipastikan inlander. Kalau ia dari bangsa kolonial namanya tentu tertera, sebagaimana Meyer menyeb...